Sungguh, urusan melepas anak, yang banyak mengalami penderitaan adalah orangtuanya. Masih ingat ketika menyapih? Siapa yang paling berat? Orangtuanya, kan. Karena ada perasaan nggak tega. Padahal anak hanya perlu pengondisian dan pembiasaan. Begitu juga ketika memisahkan anak tidur sendiri, banyak nggak tega.
Ketika usia anak makin besar, kita makin dihadapkan pada proses lepas melepas. Sampai akhirnya nanti ketika anak kita menikah dan pergi bersama keluarga barunya (huuuuhuuuu, belum berani membayangkan).
Yang sedang saya alami saat ini adalah tentang melepas anak bepergian sendiri. Kisah ini dimulai dari cerita melepas anak pertama pergi berkendaraan umum sendiri.
Awalnya adalah naik kereta, tapi masih diantar sampai stasiun. Proses ini saya sempat bikin baper, padahal anak saya laki-laki dan saat itu usianya sudah 12 tahun. Dia harus latihan pergi sendiri tanpa orangtua. Alhamdulillahnya ada teman seperjalanan, jadi saya lebih tenang.
Prosesnya meningkat, anak saya mulai pergi les sendiri menggunakan ojek online. Saya masih bisa memantau lewat aplikasi dan buru-buru menelepon ketika si anak mendarat. Kemudian naik ke tahap berikutnya, yaitu pergi ke ibukota sendiri, menggunakan multiple transportation. Diawali dengan ojek online, kemudian menyambung kereta dua kali dan lanjut kembali ojek.
Sempat ada drama di awal proses melepas yang ini. Karena anak saya bukan tipe yang rajin berkomunikasi, jadi dia nggak mengabarkan posisi terkininya. Biasanya dia hanya menghubungi ketika ada masalah. Seharusnya saya tenang ya, karena no news means good news. Tapi tetap aja resah dan galau. Takut ponselnya kenapa-napa lah, atau ada hal-hal lain. Jeleknya saya, suka kepikiran macam-macam.
Sekarang, anak saya yang sulung sudah berusia 14 tahun. Sudah biasa berpergian sendiri lewat jalur darat, tinggal adiknya yang mulai berharap diizinkan pergi sendiri. Tapi karena perempuan, jadi masih saya larang.
Setelah melewati pengalaman bepergian sendiri lewat jalur
darat, saya mulai memberi tantangan kepada anak saya untuk traveling sendiri
menggunakan pesawat. Tujuannya saat itu adalah Belitung. Usianya 13 tahun
ketika pertama kalinya terbang sendiri, baru kemudian berkumpul bersama rombongan
di satu titik setelah tiba di Pulau Belitung.
Tips Melepas Anak Traveling Sendiri
Untuk mulai melepas anak traveling sendiri, kami mencoba mempersiapkan anak melalui beberapa latihan, diantaranya:
1. Berani berbicara pada orang asing.
Sebelumnya, anak saya pernah mendapat tantangan ini untuk mewawancarai orang secara random. Ini melatih keberanian menyapa orang yang belum dikenal.
2. Bisa memilih siapa orang yang tepat untuk ditanya.
Ini penting, agar anak berhati-hati ketika bicara dengan orang asing. Orang yang mencurigakan harus dijauhi.
3. Bisa membaca peta dan paham arah.
Banyak orang yang bingung ketika berada di tempat asing. Sehingga skill ini perlu dilatih, mulai dengan membaca peta, tahu arah mata angin, tahu dimana pintu masuk/keluar suatu tempat, gerai informasi dan sebagainya.
4. Aware terhadap kepemilikan barang
Saya memulainya dengan belajar packing sendiri sebelum berpergian dan mengevaluasi barang usai berpergian. Apakah anak-anak pernah kehilangan barang dan tahu apa dan dimana dia menempatkan barangnya.
5. Mengajarkan adab berbicara yang sopan saat bertanya.
Sebetulnya adab adalah hal paling penting dan harus diletakkan di nomor awal. Karena adab adalah segalanya ketika melepas anak untuk mandiri dan berinteraksi dengan orang lain di luar orangtuanya.
6. Aware dengan waktu-waktu sholat.
Ini juga hal penting, karena tidak aka nada yang mengingatkannya untuk shalat selain adzan. Kadang adzan pun bisa tidak terdengar, sehingga si anak harus paham kapan waktunya sholat.
7. Peduli dengan kehalalan makanan yang akan dimakan
Awareness dengan kehalalan makanan dilatih sejak awal bersama orangtua setiap akan makan di luar. Lama-lama anak akan terbiasa menimbang-nimbang dulu apakah makanan itu halal atau tidak. Pengetahuan tentang titik kritis makanan juga penting dan diajarkan bertahap.
8. Hati-hati mengelola uang
Nah ini juga penting banget, jangan sampai anak kita bisa berangkat tapi tidak pulang karena kehabisan uang.
9. Panduan teknis ketika naik kendaraan umum
Sebelumnya, anak harus tahu moda transportasi apa yang akan digunakan, apakah bus, kereta atau pesawat. Tentunya ini perlu dilatih juga ketika masih pergi bersama orangtua.
Ketika pertama kalinya anak saya pergi sendiri menggunakan pesawat, kami masih menemaninya untuk check in sambil mengajarkan bagaimana cara-cara check-in lalu kemana arah boarding room dan gate yang dituju. Pemahaman tentang ruang sangat penting.
Menurut saya, pesawat termasuk transportasi yang cukup aman
bagi anak untuk berpergian sendiri dibanding transportasi lain. Bahkan, kalau
anak kita masih usianya di bawah umur, kita bisa menitipkannya ke kru pesawat.
Pengalaman Naufal Terbang ke Belitung
Belitung adalah lokasi yang cukup jauh untuk berpergian sendiri. Meskipun Naufal sudah terbiasa berpergian sendiri menggunakan moda transportasi umum seperti bus, angkot dan commuter line, namun untuk perjalanan menggunakan pesawat adalah pengalaman pertamanya.
Jadi ketika check in, dia masih dibantu oleh suami untuk mengurus bagasi dan sebagainya. Namun selebihnya, dia dilepas sendiri dan kami kontrol hingga waktu pendaratan kemudian.
Alhamdulillah di Belitung, dia dijadwalkan langsung bertemu dengan rombongan yang akan melakukan perjalanan bareng. Dalam perjalanan pulang, Naufal dibantu oleh kakak pendamping dan ditemani sebentar, baru kemudian melanjutkan perjalanan pulang kembali ke Bandara Soekarno-Hatta.
Setelah dari Belitung, insyaallah Naufal dan Kayyisha akan terbang berdua melakukan petualangan ke Makassar. Kali ini mudah-mudahan dia lebih percaya diri mengurus proses keberangkatannya sendiri dan sambil menjaga adiknya.
No comments
Show me that you visited this blog. Thanks!