Saya masih ingat baunya saat pertama kali masuk ke tempat itu. Tiap rumah/kamar punya bau khas, bukan? Entah dari furniturnya, pengharum ruangannya, lantainya atau spreinya. Luas ruangan itu hanya kira-kira 35-40 meter persegi. Ada satu ruangan saja yang terpisah, yaitu kamar mandi. Selebihnya merupakan satu kamar besar serupa studio, tanpa sekat.
Di sepertiga tengah ruangan terdapat satu buah tempat tidur besar ukuran queen. Ada rel gorden sepeti rumah sakit di atas tempat tidur yang bisa menutupi seluruh area tempat tidur utama itu. Dua bed side tables di kanan kirinya dihiasi lapu tidur sederhana dan sebuah electrical alarm clock.
Warna karpet, gorden, furnitur, sprei dan quilt cover setnya senada, hijau pupus. Namun karpet, gorden dan quilt cover setnya bermotif. Yang lainnya polos.
Ada tempat tidur lain di ruangan itu. Sepasang bunk beds
melekat di salah satu dinding, juga dibungkus sprei hijau pupus. Di antara bunk
beds dan tempat tidur besar ada meja bundar dengan 4 buah kursi. Cocok sebagai
kursi makan kami berempat.
Di salah satu sisi, berseberangan dengan pintu masuk, kabinet dapur memanjang membentuk huruf L memenuhi separuh dinding panjangnya. Lengkap. Disertai kompor listrik, microwave, heater kettle dan bread toaster. Di dalam kabinet-kabinetnya, berisi peralatan makan dan masak yang cukup lengkap.
Belakangan kami tahu jika menyewa apartemen, itulah
perlengkapan standar yang disediakan pengelola. Cukup lah untuk memasak makanan
sehari-hari.
Tempat yang kami tempati ini adalah Cabin and Caravan
Village, letaknya di Opal Street, Emerald. Di tiap kota yang ada di Australia
pasti terdapat fasilitas seperti ini, yaitu sebuah area penginapan yang
bentuknya seperti kabin terpisah satu sama lain. Di sebelah kompleks kabin ada
tanah lapang yang dilengkapi dengan power untuk electricity, gas and water.
Fungsinya untuk traveler yang membawa caravan.
Mereka cukup memarkir caravannya di sana dan bisa
berminggu-minggu lamanya tinggal dengan nyaman.
Kami tiba di Emerald saat musim panas, yang suhu dan terpaan
sinar mataharinya langsung membakar kepala. Begitu turun dari pesawat, kami
disambut oleh seorang laki-laki Australia berkepala botak bernama Dan. Dia
adalah bos suami saya ;-).
Usai mengucapkan salam yang saya balas dengan kegugupan luar
biasa, dia menuntun kami ke tempat parkir mobil di Emerald Airport itu.
“Kami (perusahaan tempat suami bekerja, maksudnya) menyewa
mobil untuk kalian pakai sebelum dapat mobil perusahaan,” ujar Dan sambil
memindahtangankan sebuah dompet kecil dengan dua anak kunci menggantung di
sana.
Masuklah kami ke sebuah sedan orange mulus dan cantik, Ford
Falcon XR6 yang tampil sporty. Dan, olala… itu memang sebuah sport car keluaran
terbaru yang speedometernya baru menunjukkan angka 400 km. Masih mulus, bersih,
mewah dan kekinian. Suami saya nggak tahu cara mengoperasikannya. Kami bingung,
sementara Dan sudah melaju dengan mobilnya memandu kami.
Singkat cerita, kami berhasil menyusul dan keluar dari
bandara memasuki jalanan lurus yang membelah area penuh semak kering yang
sepertinya sudah berminggu-minggu tidak kena siram hujan.
Mulai memasuki area town, tidak banyak rumah di sana dan
beberapa rumah yang kami lewati adalah arsitektur traditional Queenslander.
Insya Allah nanti saya akan cerita tentang rumah gaya Queenslander ini, ya.
Tak seberapa jauh dari tepi kota, kami tiba di Cabin and
Caravan Village, yang bersebelahan dengan Emerald Aquatic Centre. Tempat ini
disewa oleh perusahaan untuk kami tempati sementara sampai ada rumah yang bisa
kami tinggali.
Ternyata di Cabin inilah semua cerita bermula. Tentang persahabatan, cita-cita masa depan, shock culture dan bagaimana mengatasinya, dan sebagainya.
No comments
Show me that you visited this blog. Thanks!