Hati-hati dengan pikiranmu, karena pikiranmu menjadi perkataanmu.
Hati-hati dengan perkataanmu,karena perkataanmu menjadi perbuatanmu.
Hati-hati dengan perbuatanmu,karena perbuatanmu menjadi kebiasaanmu.
Hati-hati dengan kebiasaanmu,karena kebiasaanmu menjadi karaktermu.
Hati-hati dengan karaktermu,karena karaktermu menentukan nasibmu.
Tentang Pendidikan Karakter
Sebagai keluarga homeschooler, saat ini tantangan terbesar dalam mendidik anak-anak adalah proses pendidikan karakter mereka, atau dalam Islam kita menyebutnya akhlaq. Akhlaq atau karakter bukanlah sesuatu yang bisa diajarkan seperti kita mengajar matematika, tapi merupakan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari dan memerlukan role model atau keteladanan.
Anak-anak tentu akan melihat orang terdekatnya sebagai role model. Dalam hal ini adalah orang tua (di rumah) dan guru/mentor (di sekolah). Bagi anak-anak homeschool, jelas orang tualah yang menjadi role model utama.
Kekuatan role model dalam membentuk karakter anak itu sangat besar, karena sifat anak yang seperti spons, cepat menyerap apa yang tertangkap indera mereka, kemudian menirunya. Jika hal dilakukan berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama, maka akan menjadi sebuah kepribadian.
Dalam sebuah Seminar Parenting yang diadakan di Sekolah Cita Persada (tanggal 9 September 2015), Ruth Maureen, menjelaskan bahwa pendidikan karakter harus dilakukan sejak dini dan berkesinambungan.
Maksudnya berkesinambungan di sini adalah pendidikan karakter dilakukan setiap saat, tanpa ada batasan waktu.
Ruth, yang merupakan Kepala Sekolah Cita Persada dan pengajar di Prasetya Mulya Business School melanjutkan, bahwa cerminan karakter terlihat ketika seseorang melakukan sesuatu yang benar bahkan saat tidak ada seseorang pun yang memperhatikan. Bukan untuk meraih pujian atau terlihat baik di mata orang.
Oleh karena itu, pendidikan karakter berawal dari rumah, dan orang tua adalah role model utama.
Membahas tentang karakter ini terdengar sepele, banyak orang menganggapnya tidak terlalu penting jika dibandingkan dengan kemampuan akademis atau intelektual anak. Padahal, karakter yang baik mampu membentuk sebuah peradaban. Kekuatan karakter sebuah bangsa bisa ditetukan oleh karakter individualnya.
Menurut Heraclitus, karakter adalah nasib. Karakter membentuk nasib seseorang, juga menentukan nasib sebuah masyarakat.
Sedangkan menurut Cicero, karakter seorang warga negara menentukan kesejahteraan sebuah bangsa.
Bagaimana Mendidik Karakter Anak
Sebagai seorang pakar psikologi dan pendidikan anak, Ruth Maureen banyak memberi contoh melalui pengalamannya mendidik anak dan mengasuh siswa-siswinya di Sekolah Cita Persada. Beliau mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan pondasi pendidikan keseluruhan.
Banyak sekali karakter dasar yang dapat diajarkan pada anak-anak, diantaranya:
1. Integrity/integritas, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik, memperbaiki kesalahan dan mampu mengubah dirinya (sumber: www.academia.edu).
2. Compassion artinya kemampuan untuk berempati dan simpati pada kondisi orang lain.
3. Perseverance artinya tidak mudah menyerah. Seseorang yang memunyai karakter ini, tidak mudah goyah dan tetap terus berusaha sampai pekerjaannya selesai, meski sulit.
4. Kindness/kebaikan.
5. Tolerance/toleransi, yaitu memahami atau menerima suatu kondisi yang berbeda, menghargai dan tidak mencela. Namun bukan berarti mudah ikut-ikutan dan terbawa arus.
6. Cooperation/kooperatif, yaitu mau dan mampu bekerja sama dengan penuh kerelaan hati.
7. Honesty/jujur.
8. Respect/menghargai.
9. Responsibility/bertanggung jawab.
Daftar karakter di atas itu hanya beberapa jenis karakter baik yang perlu dimiliki dan diajarkan kepada anak-anak kita sejak dini. Dan semua bermula dari orang tua yang mampu menerapkannya pada dirinya sendiri.
***
Ruth Maureen selanjutnya mengatakan bahwa dalam pendidikan karakter anak ada satu karakter yang sangat penting, yaitu SELF CONTROL, atau mampu mengendalikan diri. Menurutnya, karakter ini merupakan salah satu yang tersulit untuk diaplikasikan dalam keseharian, karenanya perlu dilatih sejak dini.
Mungkin dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat kegagalan dalam SELF CONTROL ini.
Contohnya:
- Orang yang melanggar lampu merah
- Tidak mau antri
- Marah-marah ketika menemukan sedikit saja hal yang tidak sesuai dengan harapan
Bagaimana mengajarkan anak tentang pengendalian diri? Yang harus diajarkan oleh orang tua adalah:
1. Ajarkan kepada anak untuk datang saat dipanggil, meski saat sedang melakukan sesuatu yang digemarinya.
2. Ajak anak untuk memberikan tanggapan positif saat ditegur. Kenapa? Karena sebenarnya manusia itu mempunyai sifat dasar yang cenderung agresif saat diberi peringatan atau ditegur.
Lalu, bagaimana jika anak melakukan kesalahan? Saya pribadi, sudah meninggalkan pemberian REWARD dan PUNISHMENT pada anak-anak. Namun menjelaskan pada mereka tentang KONSEKUENSI.
Jika anak melakukan hal yang baik, konsekuensinya dia akan mendapatkan sesuatu yang baik. Begitu pula sebaliknya. Konsekuensi ini bukan berupa hadiah, tapi berupa efek langsung tindakannya. Misalnya, ketika si anak bangun lebih pagi, dia bisa memulai aktifitas lebih cepat sehingga pekerjaannya lebih cepat selesai dan dia punya waktu lebih untuk bermain.
Sebaliknya, jika dia kesiangan, maka jam untuk bersenang-senang jadi berkurang.
Jika si anak melakukan kesalahan atau lalai, bukan punishment atau hukuman yang didapatnya. Melainkan konsekuensi, sesuai kesepakatan sebelumnya. Misal, jika si anak terlalu banyak main game, dia tidak bisa mendapat dongeng sebelum tidur.
Konsekuensi ini, harus diberikan melalui kesepakatan dahulu sebelumnya. Jadi si anak tidak menganggapnya sebagai hukuman. Dan hal-hal yang menjadi konsekuensi adalah berkurangnya kesenangan yang harusnya bisa didapatkan si anak kalau dia bersikap baik.
Ada beberapa hal terkait keahlian sosial dalam membangun self control, diantaranya:
- Puji anak saat positif. Hal-hal yang perlu dipuji yaitu ketika anak berhasil melakukan sesuatu yang membutuhkan effort. Bukan memuji penampilan atau hal-hal yang tidak substansial.
- Sikap dasar yang kerap diabaikan, namun sangat penting. Yaitu kemampuan mendengarkan, interupsi pembicaraan (kapan dan bagaimana cara yang tepat), mengendalikan marah dan melapor saat selesai melakukan sesuatu.
Penting lhoo mendukung anak untuk membangun self discipline (ini terkait self control juga), dalam aktifitasnya. Misalnya, support anak-anak dalam kegiatan olah raga. Banyak sekali manfaat olahraga dalam membangun karakter, seperti team work, membangun sportifitas, berani menerima kekalahan dan rendah hati saat menang, fokus pada target, tenang, koordinasi otak dan anggota tubuh, dan sebagainya. Lalu bisa juga dengan aktifitas bermusik dan chores dalam keseharian di rumah.
Kunci Pendidikan Karakter Anak adalah:
- Hubungan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.
- Kesepakatan orang tua/pendidik dalam proses pendidikan karakter anak ini. Kesepakatan ini penting agar pola pendidikan berkesinambungan.
Misalnya, ayah dan ibu harus mempunyai frame of thinking yang sama. Jika ada nenek/kakek atau pengasuh yang terlibat juga disamakan dahulu visi misinya. Sekolah juga, harus mempunyai idealisme yang sama untuk membangun karakter anak.
Good character is caught more than it is taught.
No comments
Show me that you visited this blog. Thanks!