JANADRIYAH, KARENA SEJATINYA MANUSIA ADALAH PEJALAN

Di Janadriyah kisah ini bermula, tentang seorang lelaki yang tengah berjuang untuk mempertahankan hidup, menjaga izzah dan menuntun keluarganya menuju kemuliaan. Dari mana liku kehidupannya bermula? Kisah flash back dibaliknya mengantarkan kita semua tentang perjalanan seorang lelaki bernama Rahmat.

Adalah Rahmat, anak pertama yang lahir di keluarga sederhana. Yang harus hidup apa adanya, seringkali kekurangan, hampir tidak pernah berlebih. Sebagaimana anak-anak usia sekolah lainnya, dia senang bermain, banyak mencoba hal baru, mencoba-coba nakal, namun selalu ingat petuah abahnya.

Rahmat tumbuh bersama nasihat-nasihat abahnya yang bijak. Sejak SD, hingga masuk SMP dan SMA, bahkan hingga memasuki dunia kerja. Nasihat ini yang menjaga Rahmat setiap kali dia menemukan tantangan dalam hidup. Meski begitu, Rahmat tetap menjadi remaja normal, yang alim namun senang main band, lalu mencoba-coba rokok dan pacaran. Lalu dia insyaf, lalu mencoba nakal lagi, lalu insyaf lagi.

Ketika Rahmat masuk SMP, dia dipertemukan dengan teman-teman yang suka mengisap ganja. Di SMA, dia juga terjebak dalam persahabatan bersama pemakai narkoba. Juga di dunia kuliah, tidak hanya ganja, namun juga minuman keras dan seks bebas. Alhamdulillah, Rahmat memiliki Ridho sahabat yang bisa saling menjaga dan mengingatkan.

Namun persahabatannya dengan Ridho juga tidak mudah. Apalagi mereka berdua sama-sama melewati masa yang penuh gejolak. Di SMP, keduanya berpacaran. Di SMA, Rahmat bertemu dengan wanita yang mencintainya sampai mati. Di Universitas, cintanya bertepuk sebelah tangan.

Lalu, yang mana cinta sejatinya Rahmat?


JANADRIYAH DALAM KACAMATA SAYA

Novel Janadriyah ini merupakan novel perjalanan. Saya melihatnya sebagai kisah perjalanan cinta dan cita. Sebuah kisah nyata penulisnya, Febriandi Rahmatulloh, yang ditulisnya bersama Achi TM. Ketebalan novel yang aduhai ini menjelaskan, bahwa kisah yang diceritakan sangat panjang.

Awalnya, saya tidak begitu antusias saat membaca judulnya, karena tidak familier. Apa itu Janadriyah? Tapi, berkat penjelasan Mas Febri dan Mbak Achi saat lauching novel ini pekan lalu, bikin saya penasaran ingin buru-buru membaca. Janadriyah merupakan sebuah nama festival di Riyadh, ibukota Saudi Arabia sana.

Membaca halaman demi halaman kisah perjalanan hidupnya Mas Febri ini mengingatkan saya akan novel “Sabtu Bersama Bapak” karya Aditya Mulya dan “Ayahku (bukan) Pembohong” karya Tere Liye. Tokoh dalam ketiga novel ini mempunyai kemiripan, yaitu lelaki yang hidup bersama nasihat sang ayah yang bijak, yang sarat dengan nilai-nilai kehidupan.

Sebagai pemula, saya acungi jempol buat Mas Febri. Tulisan dalam novel ini mengalir, enak dibaca dan memberi kejutan-kejutan. Saya adalah pembaca buku yang gampang bosan, yang tidak segan-segan menutup buku kalau sebuah buku kurang sreg sedikit aja. Tapi novel ini mampu saya habiskan dalam waktu dua hari saja, padahal tebalnya 504 halaman.

Alur flashback-nya cantik, penulis mempertahankan bagian konflik utama di antara flashback-nya, sehingga pembaca tidak perlu menunggu kapan tiba ke konflik yang sudah diceritakan di prolog. Saya sungguh menikmati setiap babnya penuh rasa penasaran, karena tidak bisa menebak apa yang akan terjadi kemudian.

Ada beberapa hal yang ingin saya kritisi, yaitu di bagian-bagian akhir, terutama sejak Rahmat lulus kuliah, alur cerita terasa tergesa-gesa, sehingga ada beberapa missing-link dan inkonsistensi. Saya juga menemukan beberapa typo yang cukup nyata, antara lain di bagian awal menggunakan nama Desi, namun di akhir namanya menjadi Dessy. Diva juga sempat ditulis sebagai Devi.

Ada satu bagian, di bagian tengah dimana penulis menggunakan kata ganti orang pertama, alih-alih orang ketiga (Rahmat) sebagai sudut pandangnya.

Kejanggalan lain yang membuat saya bingung adalah, di bagian awal diceritakan bahwa Lastri tidak mengenal siapa Dessy, namun di akhir ada keterangan bahwa Rahmat mengajak Lastri bertemu dengan Dessy. Kritik lainnya untuk novel ini adalah, terlalu banyak nama disini. Kadang saya harus mengingat-ingat beberapa nama yang pernah disebutkan di awal, ketika muncul lagi di akhir. Last but not least, ada kisah yang menurut saya tidak penting untuk diceritakan, yaitu kisah Donny dan Diva, serta kisah naksirnya Mai dan konfliknya dengan Brian. Tidak terlalu mempengaruhi alur yang lain.

Well, ini pengamatan saya sebagai pembaca awam. Secara umum, saya suka banget novel ini. Sarat dengan hikmah dan sangat inspiratif. Bagian favorit saya adalah twisted endingnya, karena saya sempat salah duga. Ini penutup yang sangat cerdas. Two thumbs up buat Mas Febri dan Mbak Achi.

No comments

Show me that you visited this blog. Thanks!