Ketika Anak-anak Tidak Ingin Belajar


Apa yang dilakukan oleh orangtua saat mendapati anaknya tidak mau belajar? Kadang memarahi, menegur atau bahkan ada yang menakut-takuti atau mengancam. Padahal sama seperti orang dewasa, anak-anak pun mengalami masa-masa burned out atau kelelahan dalam belajar. 

Namanya anak-anak (apalagi usia 7-12), selain attention spannya masih pendek, kesiapan belajar mereka juga bisa berubah-ubah. Misalnya, saat dalam jadwal mereka adalah matematika, belum tentu mereka sedang siap belajar matematika.

Ketidaksiapan ini bisa dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti capek, lapar, bete, nggak mood atau bahkan sedang excited ingin melakukan sesuatu yang lain.

Kalau anak saya, kadang kalau dia sedang banyak ide menulis/menggambar, jadi susah mengumpulkan konsentrasinya untuk belajar matematika. Begitu juga kalau lagi ngantuk, meskipun menggambar sangat disukai, pasti tidak ada ide untuk menggambar dan akhirnya malah cranky.  

Kalau sedang nggak siap, apapun materi yang disuguhkan, even yang gampang dan sudah dia kuasai pun, menjadi susah masuk. Dia seperti punya self defense, nggak mau membuka isi otaknya untuk penjelasan di halaman buku atau board di depannya. 

Dalam kondisi ini, memaksanya belajar, akan sia-sia. Apalagi dengan tekanan, seperti tes, dipaksa mengerti atau ditanya di hadapan orang banyak. Hingga akhirnya bisa berujung si anak dianggap bodoh dan merasa malu.

Efeknya lagi, si anak bisa jadi sebel dengan mata pelajaran di hadapannya.

Jadi harus gimana, dong? 

Kalau pengalaman saya, hal pertama yang saya lakukan adalah berhenti belajar. Iya, udahan aja. Kalau anaknya gak bisa-bisa saat kita ajarkan sesuatu, bukan berarti dia emang nggak bisa. Tapi saat itu dia sedang nggak mau.

Cara kedua, saya coba cari teknik lain untuk membahasnya. Biasanya ketika si anak menemukan cara yang bisa dia pahami, curhatnya langsung keluar. Seperti bilang, cara yang tadi belum pernah diajarkan, atau saya capek kepingin istirahat dulu, atau saya lupa yang tadi kalau yang ini ingat, dsb.

Kalau anak dan ortu udah saling terbuka, proses belajar jd gampang. Si anak nggak lagi punya self defense buat membuka seluruh pikirannya dan nerima informasi.

Cara ketiga, brain break games atau ajak anak mengobrol. Mencairkan suasana. Bukan cuma si anak yang butuh, tapi ortu juga butuh. Krn biasanya, ortu juga tegang.

Tapi bagaimana kalau mereka sedang harus ujian? Saya sih prefer anak-anak justru jangan belajar saat mau ujian. Biarkan mereka main, ajakin jalan-jalan dan dibikin happy. Belajarnya jauh-jauh hari sebelumnya.

Intinya, mengajarkan anak belajar itu terkait dengan belajar memahami kondisi anak. Tidak perlu belajar dengan terpaksa, apalagi sampai dimarah-marahin dan dibilang bodoh karena nggak ngerti-ngerti. Percayalah, semua anak itu jenius. Hanya, kita yang sering membuat mereka kehilangan kepercayaan diri.

Bagaimana dengan belajar di sekolah? Ya, kurang lebih sama. Kalau anak sedang nggak siap, mereka bisa jadi lebih susah nerima pelajaran.

Sepertinya teknik yang sama bisa diterapkan, ya. Intinya, sebagai orangtua atau guru, kita terlebih dahulu memahami kondisi anak dan mendengarkan keluhannya. Anak yang terbiasa didengar keluhannya, insyaallah kelak akan jujur dan terbuka perasaannya ketika dewasa dan juga mudah mendengarkan pendapat atau opini lawan bicaranya. 


No comments

Show me that you visited this blog. Thanks!