Modal terbesar seorang homeschooling mom bukanlah kemampuan mengajar untuk anak-anaknya. Bukan juga skill dalam hal membuat craft, kreativitas atau menciptakan sistematika belajar yang menarik untuk anak-anak. Semua hal tersebut memang akan memberikan nilai tambah dalam keberlangsungan aktivitas homeschooling, terutama saat anak-anak masih full perlu pendampingan. Namun hal paling pertama yang dibutuhkan oleh seorang homeschooling mom adalah WAKTU.
Hal-hal seperti kreativitas dan sebagainya, seperti yang saya tuliskan di atas, bukanlah kebutuhan esensial. Karena dalam perjalanannya, kita bisa saja menggunakan fasilitas yang sudah tersedia, seperti media belajar di internet atau mengajak anak-anak untuk belajar melalui seorang yang mempunyai kapabilitas khusus di bidang yang ingin dipelajari.
Namun waktu, adalah hal terpenting
yang harus disediakan oleh orangtua untuk menemani anak-anak dalam berkegiatan,
waktu untuk merancang kegiatan serta mengevaluasinya. Tanpa menyediakan waktu
khusus tersebut, tentu keberlangsungan aktivitas anak-anak akan berantakan.
Pada akhirnya, kita akan mengandalkan atau menyerahkan tanggung jawab tersebut
kepada orang lain.
Jika demikian, apa bedanya dengan
sekolah? Bukankah esensi homeschooling adalah anak-anak menjalankan pendidikan
sesuai rancangan yang disiapkan oleh orangtuanya. Bahwa kemudian anak-anak
mulai mandiri dan kita bisa lebih leluasa mengelola waktu tidak sepenuhnya
diberikan untuk homeschooling, adalah prestasi yang sudah bisa kita petik dari
hasil mendidik anak-anak menjadi pembelajar mandiri.
Dan di sinilah kemudian kita bisa
menggunakan waktu tersebut untuk melakukan aktivitas di luar kegiatan anak-anak
seperti bekerja.
Saya mulai menjadi working mom,
atau kembali ke profesi yang sempat saya tinggalkan selama 9 tahun, setelah menimbang
dan melihat situasi bahwa anak-anak sudah bisa menjalankan kegiatan mereka
secara mandiri. Jadwal harian mereka sudah terbangun dan peran saya sebagai
homeschooling mom adalah sebagai assessor dan evaluator saja.
Adakalanya saya masih terlibat
dalam proses belajar, namun ini dilakukan di waktu khusus di luar jam kerja
saya dan kami melakukan kesepakatan baru. Kalau sebelumnya, hampir 24 jam saya
meluangkan waktu untuk urusan mereka, sekarang kami sudah bisa memisahkan waktu
untuk personal dan bersama-sama.
Memang, saat saya memutuskan
untuk kembali bekerja adalah ketika saya merasa gabut. Saya melihat anak-anak
sudah auto pilot, sudah punya agenda dan program sendiri. Di sinilah saya
merasa mulai punya banyak waktu luang dan akhirnya memilih untuk kembali
bekerja.
Pertimbangan lainnya adalah usia
anak-anak yang sudah remaja, memang sudah saatnya full mandiri dan bisa mengelola
waktunya. Di masa ini, orangtua memang seharusnya sudah step away perlahan dari
dunia mereka, tidak banyak mendominasi, namun tetap siaga saat dibutuhkan dan tetap
menjadi “satpam” harian mereka. Mereka belum 100% lepas pengawasan dan mereka
masih bisa berkomunikasi kapan saja saat membutuhkan orangtua.
Tentu, ketika saya mulai bekerja,
ada tahapan-tahapannya juga. Karena saya bekerja sebagai dokter gigi dan
membuka praktik di rumah, tentunya keberadaan saya masih tidak jauh dan mereka
dan waktu saya bisa diatur secara fleksibel. Saya usahakan tetap fokus pada
anak-anak. Bahkan melibatkan mereka dalam pekerjaan saya ini.
Manajemen Waktu Bekerja
Di awal masa-masa praktik, saya masih
membuka jam kerja pendek. Di waktu ini, biasanya anak-anak sudah punya agenda belajar,
baik belajar di rumah ataupun ke luar rumah. Di pagi hari, seperti biasa kami
masih menjalankan morning routine seperti ibadah, olahraga, chores dan
menyiapkan keperluan harian lainnya bareng-bareng. Lalu kami masing-masing
punya kegiatan.
Di beberapa bulan awal saya
praktik, saya meminta Naufal untuk magang menjadi asisten. Ini adalah momen
belajar buat Naufal sambil juga bisa belajar memperoleh penghasilan. Dalam
proses magang ini, kami berusaha menempatkan diri bukan sebagai orangtua dan
anak, tapi menjadi dokter gigi dan asistennya. Meski nggak lama, saya berharap
ada gambaran yang Naufal dapat tentang proses bekerja secara profesional.
Memutuskan untuk bekerja bagi
homeschooling mom adalah hal yang sah untuk dilakukan. Bukan berarti seorang
homeschooling mom harus full time berada bersama anak-anak. Kuncinya adalah
keseimbangan waktu dan bagaimana kita bisa mengondisikan anak-anak agar mereka
tetap bisa menjalankan agenda homeschooling mereka dengan baik, dengan
pengawasan orangtua dalam jarak yang nggak selalu bersama mereka.
Bagi teman-teman yang sudah memiliki
pekerjaan dan ingin memutuskan homeschooling, jangan risau. Ini tetap bisa
dilakukan. Kuncinya sama, kita kelola saja waktu kita sesuai ketersediaan dan kebutuhan
anak-anak. Atur sedemikian rupa, sehingga kita bisa mendelegasikan tugas kita
kepada orang lain saat kita bekerja. Dan kembali bersama mereka setelah selesai
bekerja.
Bag teman-teman yang ingin
memutuskan manjadi working mom, selama anak-anak masih homeschooling juga bisa.
Diskusikan dulu bersama keluarga, buat kesepakatan-kesepakatan, atur waktu bersama
dan siapkan back up plan untuk mengantisipasi kalau-kalau ada hal di luar
rencana yang mendadak muncul.
Selamat berjuang ya.
No comments
Show me that you visited this blog. Thanks!