Waktu saya dan keluarga baru kembali dari Australia, ada euforia mengenai jajanan dan wisata kuliner. Bagaimana nggak, kami merasa bebas bisa jajan kembali. Nggak khawatir harus selalu periksa status halal makanan karena kami tinggal di Indonesia, yang sepanjang ingatan kami dibuat dari bahan-bahan yang halal.
Sampai kami menyadari, bahwa tempat yang kami tinggali adalah Jabodetabek. Bukan Purwakarta seperti rumah kami 7 tahun yang lalu, atau Tanjung saat kami tinggal di sana 4 tahun yang lalu. Saat kami tinggal di kedua kota kecil ini, paling jajanan kami ya makanan rumahan atau jajanan keliling. Dan lagi, saat itu kami belum terlalu aware dengan sertifikasi halal tempat-tempat makan.
Saat bulan-bulan pertama tinggal di Tangerang, rasanya
euforia banget dengan banyaknya tempat-tempat makan yang enak. Kadang malah
sengaja wisata kuliner buat nyoba makanan baru. Kayaknya nggak habis-habis
tempat makan dicicipi.
Sampai akhirnya kami diingatkan akan sesuatu…
Adalah seorang sahabat, yang aktif di komunitas Halal
Kitchen, selalu share segala hal tentang pentingnya Sertifikasi Halal makanan
yang kita makan. Komunitas ini sering mengadakan workshop di beberapa daerah
untuk menyosialisasikan tentang kewajiban umat Muslim untuk peduli makanan
halal.
Saya disadarkan bahwa di negeri ini, Sertifikasi Halal yang
dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah pegangan penting kita
untuk memilih tempat makan. Yang tadinya kami biasa jajan donat salah satu
gerai donat terkenal, kini kami harus sabar menunggu sampai gerai donat dan
coffee ini mengantongi sertifikat halal yang resmi. Dan kami hanya hunting
makanan-makanan yang sudah jelas berSH resmi.
Melakukan sosialisasi ke anak-anak yang jadi tantangan
tersendiri, karena kadang mereka bertanya-tanya kenapa sekarang jadi nggak
boleh makan di sini, padahal bulan-bulan lalu masih boleh. Kenapa mereka nggak
bisa lagi makan bebas makan sushi di penjual mana saja.
Cukup lama untuk bisa menanamkan kebiasaan baru untuk selalu
mengecek sertifikat halal tempat makan sekembalinya kami ke Indonesia ini.
Padahal dulu, saat di Australia mereka justru selalu membaca daftar ingredients
saat membeli apapun. Mungkin sama seperti saya yang merasa Indonesia adalah
surganya makanan halal. Padahal ternyata nggak.
Terbukti, kami beberapa kali “tertipu” saat akan makan di
resto. Misalnya, restoran seafood yang mengaku halal, tapi ternyata ada satu
dua menunya yang dimasak memakai wine/alkohol. Atau karyawan resto sushi yang
mengaku restonya halal, tapi pas ditanya lebih jauh baru mengaku bahwa nasi
dalam sushinya memakai mirin.
Urusan halal dan non halal dalam makanan ini tidak hanya
tentang makanan yang dibuat dari daging babi, tapi yang harus hati-hati adalah
turunan produk babi dan turunan alkohol.
Oke, urusan tempat selesai. Kita bisa mengecek makanan yang
sudah mendapat sertifikat halal MUI melalui www.halalmui.org. Inilah yang
akhirnya menjadi pegangan kami.
Bagaimana dengan memasak bahan makanan sendiri di rumah? Ini akan lebih mudah mengaturnya karena kita sendiri yang menyiapkan makan. Tanda halal MUI tetap merupakan logo yang wajib kita cari.
Oya, bicara tentang bahan-bahan untuk memasak makanan,
baru-baru ini saya mendapat informasi dari teman facebook saya, mbak Ratna Dewi
Setyawati, tentang bahan-bahan yang harus kita waspadai karena mengandung zat
non halal di dalamnya.
ZAT-ZAT NON HALAL DALAM MAKANAN KITA YANG HARUS KITA WASPADAI *):
1. 1. Ang Ciu (arak merah), Lo Wong Ciu, sari tapai
Berfungsi sebagai penyedap. Biasa digunakan untuk
menyedapkan masakan daging, tim ayam, seafood dan pada tumisan sayuran. Fungsi
Ang Ciu juga bisa melembutkan makanan dari sea food dan melunakkan
daging/steak.
Angciu dihasilkan dari fermentasi beras ketan dan tape
dengan produk akhir alkohol yang tergolong khamr.
Khamr jenis ini banyak digunakan pada berbagai makanan yang
dijual di rumah makan Tionghoa (Chinese food resto) dan resto sea food.
2. 2. Mirin dan sake
Adalah bumbu dapur untuk masakan Jepang berupa minuman
beralkohol berwarna kuning, berasa manis, mengandung gula sebanyak 40-50% dan
alkohol sekitar 14%. Mirin lazim dipakai sebagai campuran dan perendam makanan,
salah satu makanan yang cukup familiar memakai mirin adalah sushi.
Kandungan alkohol pada mirin dapat menghilangkan rasa amis
pada ikan dan mengurangi risiko hancur bahan makanan yang dimasak. Kandungan
gula pada mirin juga digunakan untuk menambah rasa manis, mengilatkan dan
memberi harum pada masakan.
3. 3. Anggur beras putih dan arak putih
Biasa digunakan sebagai rendaman obat Tionghoa dan berbagai
masakan. Untuk rendaman masakan fungsinya untuk menghilangkan bau amis,
melunakkan dan mengempukkan daging selain untuk mengeluarkan aroma yang khas.
4. 4. Rhum
Adalah minuman beralkohol hasil fermentasi dan distilasi
dari molase (tetes tebu) atau air tebu yang merupakan samping industri
gula. Kadar alkohol rhum berbeda-beda,
beberapa sumber mengatakan kadar alkoholnya 20-30%.
Biasa dipakai pada cake, cheese cake, black forest, vla dan
ditambahkan pada aneka minuman.
5. 5. Essence rhum
Masih ada perdebatan tentang status kehalalan essence rhum ini karena dianggap sudah tidak lagi mengandung alkohol. Benarkah? Saya sempat mencari ke beberapa sumber dan menemukannya dalam www.republika.co.id yang menyatakan bahwa:
Jurnal Halal LPPOM MUI edisi Juli-Agustus 2002 menyebut dua alasan yang menjelaskannya. Pertama, hukum asal dari mengonsumsi minuman keras jenis bir, arak, dan rhum haram hukumnya. Karena itu, menciptakan flavor yang hukum asalnya haram, adalah haram. Sekalipun tak ada kandungan haram di dalamnya.
Sama saja dengan rasa babi. Karena babi haram, maka flavor babi atau bahan makanan dengan rasa babi pun haram hukumnya.
Yang kedua, flavor rhum ternyata masih menggunakan alkohol sebagai pelarut. Dan ini dijumpai hampir pada seluruh flavor rhum yang dijumpai di pasaran.
6. 6. Baileys
Baileys adalah minuman beralkohol yang terbuat dari wisky
Irlandia (sehingga sering disebut sebagai Irish Cream), krim, gula dan kakao.
Baileys biasa digunakan untuk campuran minuman seperti es buah, salad atau
sebagai campuran dalam pembuatan es krim.
Rasa baileys ini manis dan terasa hangat di tenggorokan.
Saya pernah nggak sengaja mengonsumsi es buah yang dicampur Baileys. Buat kita yang
belum pernah mengonsumsi alcohol, sensasi dari minuman ini terasa aneh dan
mencurigakan. Meskipun dalam kadar sedikit nggak memabukkan. Sehingga dianggap
aman buat anak-anak.
Duh, astaghfirullah.
Oya, kita harus hati-hati juga saat memberi roti atau kue
karena seringkali menggunakan bahan-bahan yang ternyata non halal, seperti
gelatin yang sumbernya dari hewan yang tidak disebutkan jenisnya. Gelatin ini
banyak dibuat dari babi, kecuali gelatin yang dinyatakan halal terbuat dari
sapi.
Informasi tentang zat non halal dalam tulisan ini belum
terlalu lengkap. Insya Allah kalau ada kesempatan lain dan saya mendapat
tambahan informasi akan share yang lain.
KENAPA HARUS HALAL?
Lalu, kenapa sih kita harus aware terhadap status halal
makanan kita? Tentu saja karena kita ingin taat perintah Allah dalam Al Qur’an,
bukan? Mari kita simak ayat Al Qur’an surah Al Baqarah: 168 yang terjemahannya
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat
di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena
sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.
Rasa takut kita pada Rabb haruslah menjadi landasan kita
untuk selalu memilih makanan halal. Yuk, selalu memilih makanan halal.
*) Sumber tulisan dari postingan facebook Ratna Dewi
Setyawati dan Wikipedia
No comments
Show me that you visited this blog. Thanks!