Good Bye Dentistry, Welcome Back Dentistry

dalam perjalanan ke Australia

Melanjutkan cerita sebelumnya, kalau belum baca silakan klik link ini: Sebuah Fase Hidup (2).

Tahun 2012, saya dan keluarga meninggalkan Indonesia. Di saat itu juga, saya meninggalkan profesi yang sudah dijalani selama 7,5 tahun. Bukan perjalanan yang sebentar. Buat sebagian orang, bisa jadi ini adalah impian mereka. Tapi saat itu saya bahagia meninggalkan profesi ini. Jenuh. Lelah. Bosan. 

Parahnya, saya sempat merasa kedokteran gigi bukan passion saya. Selama ini, saya merasa belum pernah mengeksplorasi dimana sebetulnya passion saya. Menjadi dokter gigi adalah tuntutan dan tanggung jawab, bahwa saya harus menjadi sesuatu, mempunyai profesi yang bisa membanggakan. 

Saya merasa cukup sampai di sana, karena telah membuat orangtua bangga. 

Sehingga, kepindahan ke Australia merupakan momen saya bisa escape dari dunia dokter gigi dan menyambut dunia lain yang sangat menarik buat saya, yaitu menulis. Dan sejak itu pula saya mulai serius menjadi blogger. 

Saya menjadi full time house wife/mom dan full time writer. Menulis dimana saja. Terutama di blog. Bukan, bukan blog ini, melainkan blog self hosted yang pernah saya rawat bertahun-tahun, lalu saya tinggalkan beberapa tahun lalu karena saya berhenti blogging. 

Hahahaha, ajaib memang ketika pada satu titik, saya menyerah kembali di dunia menulis ini. Blogging yang sempat naik daun, memang perlahan menghilang berganti dengan tren konten media sosial. Hingga saat ini, mungkin tinggal segelintir orang saja yang masih nge-blog. Saya termasuk yang gugur. 

Saat saya meninggalkan dunia kedokteran gigi, saya belum pernah rindu dan ingin kembali. Bahkan pernah terpikir untuk meninggalkannya for good. Berhenti membuat STR, dan memutus kontak dengan segala seminar dan PDGI. 

Hanya saja, ada rasa galau, kalau-kalau saya membutuhkan profesi ini kembali. Jadi saya batalkan resign sepenuhnya. Dan memang jalan cerita manusia tidak bisa ditebak. Setelah 9 tahun saya meninggalkan dunia dokter gigi, saya kembali lagi secara tiba-tiba. 

Semua buku yang sudah saya buang, memang tidak bisa dikumpulkan kembali. Saya kehilangan banyak catatan penting. Saya lupa bagaimana menangani pasien. Hingga akhirnya saya belajar lagi semuanya satu persatu. 

Sembilan tahun tangan saya tidak pernah menari-nari sembari menggenggam high speed. Jari-jari saya hanya akrab dengan keyboard komputer, sudah lupa bagaimana menggerakkan instrumen. 

Di tahun 2020, tepat saat pandemi, saya meresmikan diri kembali menjadi seorang dokter gigi. Membangun tempat praktik sederhana di garasi, mencicil peralatan, sambil mengikuti banyak kursus untuk mengupgrade ilmu yang tertinggal. 

Lima tahun sudah saya kembali menjadi dokter gigi, dan sedang mengembangkan sebuah klinik. Sebuah perjalanan yang aneh, tapi seru. Saya yang sempat bosan dan benci profesi ini, kini kembali lagi dan menjadi passionate banget untuk menjadi dokter gigi yang skillful. 

Yes, now I think being a doctor is my passion. 

No comments

Show me that you visited this blog. Thanks!