![]() |
Pindahan ke rumah baru di Kalimantan Selatan |
Sebelum memulai cerita ini, saya ingin merefleksikan diri saya. Beberapa fase hidup yang dimulai sejak saya pertama kali melangkahkan kaki ke luar "rumah'. Rumah yang saya maksud adalah area tempat saya tinggal, yaitu Jabodetabek dan Jawa Barat. Sejak lahir sampai usia 30 tahun, perjalanan terjauh saya adalah area Jawa Barat, yaitu Cirebon. Kaki ini belum pernah menjejak lebih jauh.
Orangtua saya bukan penyuka traveling, bukan penyuka petualangan. Dana untuk bepergian terlalu berharga untuk terbuang begitu saja. Mending untuk pendidikan. Mending untuk keperluan sehari-hari. Mending ini, mending itu. Di jaman sekarang, pasti akan diberi label kaum mendang-mending.
Kultur keluarga yang seperti itu menjadikan saya bukanlah seorang petualang. Semasa kuliah, saya sering diajak bepergian, naik gunung atau sekadar mengunjungi teman di luar kota. Saya nggak sanggup. Traveling itu menakutkan. Bagaimana kalau... bagaimana kalau. Zona nyaman dan aman adalah area saya untuk hidup.
Punya suami yang bekerja jauh dan mengharuskan kami LDR selama 5 tahun, membuat saya akhirnya memberanikan diri untuk melangkah lebih berani. Toh saya ngga sendiri, ada suami yang menjaga. Sampai akhirnya, kami memutuskan pindah ke Kalimantan Selatan, tepatnya ke kota Tabalong, kota kecil di ujung Kalsel, yang lebih dekat ke Kaltim daripada ke ibukotanya.
Saya tidak sanggup lagi LDR lebih lama. Ikut pindah bersama suami insyaallah lebih baik.
Ternyata melanglang buana itu seseru itu. Dan dari sanalah semua mental block, segala ketakutan saya dan hanya mau bertahan di zona nyaman, perlahan menghilang.
Saya berani mencoba banyak hal baru. Mulai sering traveling ke lokasi-lokasi yang belum pernah saya kunjungi. Bahkan, dalam hal eksplorasi diri pun, saya ingin mencoba hal baru.
Saat itu saya sudah menjadi dokter gigi, dan yang ada di pikiran saya tentang pekerjaan hanyalah menjalani profesi tersebut. Tidak pernah terpikir mencoba hal lain, meskipun sebetulnya saya senang menulis. Saya senang seni, dan saya mulai senang traveling.
Di tahun 2009, seiring dengan munculnya media sosial (medsos pertama saya adalah facebook), mulai terbuka pula perspektif saya tentang beragam profesi lain yang ternyata bisa saya coba tanpa harus pergi dari rumah dan meninggalkan profesi sebagai dokter gigi. Lewat internet, saya bisa menulis. Dan mulailah saya membuat blog serta menulis di note facebook.
Ternyata seseru itu. Saya ikut lomba, bergabung dengan komunitas penulis, bahkan menulis antologi. Impian baru saya adalah bisa menulis buku solo, impian yang sampai saat ini hanya menjadi impian.
Sejak menyenangi dunia baru ini, saya merasa jenuh dengan dunia dokter gigi. Saya ingin mengeksplor dunia-dunia baru yang sebelumnya tertutup oleh kabut. Begitu kabut tersebut menghilang, tampaklah dunia begitu luas terbentang di depan saya. Hingga saya ingin mencoba banyak hal, seperti menjahit, melukis, main musik, membuat craft, journaling, mengajar dan lain-lain.
My first mountain was... being a dentist.
My second one was... being a writer.
Sebuah impian besar buat saya. Mulai dari sinilah kemudian saya menjadi blogger dan bisa earning uang jajan meski tidak seberapa lewat blogging. Bertemu komunitas dan teman-teman baru sefrekuensi. Hingga di tahun 2012, saya meninggalkan profesi dokter gigi secara penuh.
Kami pindah ke Australia.
No comments
Show me that you visited this blog. Thanks!