Napak Tilas Tiga Manula Jakarta - Cirebon

Trio kakek sok ganteng Sanip, Waluyo dan Liem (Tiga Manula) berhasil membuat perjalanan yang awalnya bikin deg-degan ini menjadi super fun. Karena awalnya ini adalah perjalanan biasa ketika kami akan ke Salatiga untuk mengikuti event Kamtasia. Namun akhirnya, tanpa sengaja, perjalanannya menjadi sebuah napak tilas Jalan-jalan Pantura ala Tiga Manula. Dan ini menjadi salah satu momen menghabiskan waktu bersama keluarga yang asyiiik banget.


NAPAK TILAS BUKU JALAN-JALAN PANTURA ALA TIGA MANULA

Begitu kami punya rencana akan ke Jawa Tengah lewat jalur Utara, anak-anak langsung ribut membuka kembali buku “Tiga Manula Jalan-jalan ke Pantura.” Iya, mereka penggemar buku-bukunya Benny Rachmadi. Bukan hanya Pantura, tapi judul lain juga mereka punya. Kadang nongkrong di Gramedia pun numpang baca seri buku ini yang belum mereka punya.


Buku Tiga Manula ini merupakan kisah perjalanan Sanip, Waluyo dan Liem untuk mencari sebuah desa bernama Desa Tingal. Dalam pencariannya, mereka melewati jalur Pantura mulai dari Cikampek sampai Surabaya.

Tapi, catatan saya ini bukan untuk mengupas tuntas atau meresensi buku Tiga Manula, namun menceritakan bagaimana anak-anak saya begitu terinspirasi oleh ketiga “cowok macho” berusia lanjut ini dalam roadtrip kami ke Jawa Tengah bulan lalu.

ROADTRIP DI HARI PERTAMA

Tujuan kami mengunjungi Jawa Tengah yang utama adalah untuk mengikuti camp Kamtasia (Kampung Komunitas Indonesia) di Salatiga, yang diselenggarakan oleh Padepokan Margosari milik mbak Septi Peni dan mas Dodik Maryanto. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlewati, kami membuat rencana untuk sekalian mengunjungi beberapa kota di Jawa Tengah sebagai agenda travelschooling kami.

Yang pertama kami lakukan dalam persiapan perjalanan adalah: MENGAJUKAN CUTI KANTOR. Dilema semua orang kantoran adalah harus menyiapkan jadwal liburan di saat kerjaan kantor tidak sedang banyak-banyaknya, agar bisa cuti. Alhamdulillah suami lancar mengajukan cutinya.

Kami berangkat hari Kamis, rencananya ba’da Subuh sudah meninggalkan ibukota. Tapi apa daya, lagi-lagi urusan kantor meminta suami harus meeting dulu. Jadilah kami baru berangkat dari Jakarta setelah makan siang.

Dan disinilah napak tilasnya dimulai.

Sesuai dengan rencana awal, kami memang akan berangkat ke Salatiga lewat jalur utara. Di sini sempat ada diskusi apakah kami akan lewat Tol Cipali atau Jalur Pantura. Pertimbangannya tentu adalah waktu tempuh dan menghindari kemacetan. Setelah dibandingkan, ternyata dari Cikampek ke Brebes via Tol Cipali lebih cepat 2 jam daripada lewat jalur Pantura.

Dan akhirnya kami memutuskan akan lewat………..JALUR PANTURA.

Iyes, meski lebih lambat tapi anak-anak memang ingin banget napak tilas buku Tiga Manulanya. Kalau dari Cikampek langsung keluar Brexit, gak seru doong. Begitu kata mereka.

Baiklah, akhirnya kami jalan lewat jalur Pantura dan di sepanjang jalan-jalan kami spotting beberapa area sebagaimana yang dialami oleh Tiga Kakek (mengaku) keren, Liem, Waluyo dan Sanip.


CIKAMPEK

Sudah lama kami nggak keluar pintu tol Cikampek. Terakhir ke sini yaitu ketika kami masih tinggal di Purwakarta sekitar tahun 2005-2008. Apalagi dari gerbang tol kami biasa belok kanan, ke arah Purwakarta. Untuk menuju Pantura, harus belok kiri dong.

Di sepanjang jalan menuju kota kecil bernama Cikampek ini banyak sekali pedagang makanan yang langsung ditunjuk oleh anak-anak karena ada di buku Tiga Manula. Kios-kios ini adalah pedagang PEUYEUM GANTUNG dan KERUPUK MELARAT.

Kami cuma nunjuk-nunjuk aja, nggak jajan. Dan setelahnya, anak-anak berseru: Cikampek dan Peuyeum Gantung… TICKED. Artinya, sudah ditandai.

PASAR TUMPAH

Bukan hanya di Pantura, di kota-kota lain kejadian seperti ini umum. Tapi anak-anak excited sekali begitu melihat ada jejeran pasar (sebenarnya sih nggak terlalu banyak) yang menurut mereka sama dengan di buku. Pasar tumpah ini biasanya hanya buka di waktu-waktu tertentu aja, jadi sepertinya pada saat kami lewat jumlahnya mulai berkurang.

Kalau lagi rame, pasti bikin jalanan macet. Yang jelas sih beda banget dengan Pasar Modern BSD yang rapi, ya.

TRUK GANDENG

Langsung dikasih tanda TICKED, karena banyak sekali truk gandeng di sepanjang jalan. Beneran ya, truk-truk ini bikin kesal. Dan lucunya mereka berjalan di sebelah kanan, sementara kita yang ingin menyalip harus lewat kiri.

Pemandangan seperti ini pernah saya lihat di Banjarbaru, dimana kendaraan yang lambat berjalan di lajur kanan dan yang menyalip harus lewat kiri.

Yang nggak enaknya adalah, kalau di kanan ada truk ketika mau menyalip, di kirinya ada motor yang melaju cepat nggak, lembat nggak. Bikin kagok, iya.

Bahkan truk gandeng yang penampakannya seperti Alien juga bisa kami temukan. Seperti apa? Baca aja buku Tiga Manula (eh padahal ini bukan endorsing buku lho, sila mampir dan membaca Disclosure).

OKNUM PETUGAS PUNGLI

Iya, ketiga manula menjelaskan tentang oknum DLLAJ yang biasa melakukan pungli pada truk-truk yang lewat. Kami nggak menyaksikan secara jelas, hanya nebak-nebak aja. Hahaha suuzhan.

Memasuki area Indramayu, kami bertemu dengan sekelompok orang yang kalau dilihat dari kacamata orang berimajinasi tinggi adalah sekelompok pemain Quidditch yang siap bertanding bersama Harry Potter di pertandingan antara Griffindor dan Slytherin.


Iya, mereka adalah PENYAPU JALANAN yang membawa sapu lidi bergagang. Tapi yang mereka lakukan bukanlah menyapu sampah melainkan menyapu recehan yang dilemparkan para pengguna jalan. Sementara kenapa orang-orang melemparkan uang di sana? Ternyata ada sebuah mitos yang katanya kalau ingin selamat saat melewati jembatan, harus melempar uang.

Apakah kami melempar uang? Tentu tidak! Karena kami ikut bawa sapu juga. Hahaha, boong ding.

Perjalanan hari pertama kami berakhir di Cirebon. Kami menginap di Hotel Asri yang cukup bagus, kamarnya besar, apik dan dilengkapi kolam renang indoor. Kalau teman-teman ada yang ingin mampir ke Cirebon, coba Hotel Asri ya.

Oya, sebelum tiba di Cirebon kami juga excited karena berada di jalan raya menyusuri Pantai Utara Jawa. Pantainya begitu jelas dari jalan. Hari sudah gelap ketika kami tiba di Cirebon. Kami memilih hotel secara random dan alhamdulillah menemukan tempat yang nyaman, meskipun dari depan tampaknya biasa aja. Ditambah banyak sekali pedagang yang memenuhi pinggir jalan.

Dalam perjalanannya ke depan menyusuri Kota Jawa Tengah, ada cerita dimana kami menemukan penginapan yang nggak banget dan sempat gatal-gatal segala. Dan cerita ini masih cukup panjang, dan kalau berkenan silakan ikuti cerita selanjutnya ya.


HOTEL ASRI CIREBON, TEMPAT SINGGAH PERTAMA

Hotel ini berada di Jalan Karang Getas 25-27, di jantung kota Cirebon. Kami berhenti sebentar untuk booking hotel lewat aplikasi android dan pilihan kami jatuh pada Hotel Asri ini karena harganya cukup terjangkau.

Ternyata, hotel ini diluar ekspektasi kami. Kamarnya bagus, besar dan nyaman. Meski untuk menuju kamarnya kami harus berjalan jauh melalui lorong-lorong panjang sambil membawa ransel besar, akhirnya bisa bersih-bersih, mandi dan tidur di atas kasur yang nyaman itu membayar semuanya.


Esok paginya, kami berenang di kolam renang semi indoor yang bagus dan nyaman. Dekorasi sekeliling kolamnya instagrammable deh. Berada di lantai 4, kita bisa melihat pemandangan ke kota Cirebon di bawahnya.

Jadi kalau teman-teman mampir ke kota Cirebon dan cari Hotel Budget yang nyaman, kunjungi aja Hotel Asri ini. Nggak nyesel deh. Sampai jumpa di perjalanan menyusuri Pantura hari kedua bersama Tiga Manula #ehh.

No comments

Show me that you visited this blog. Thanks!