Kisah perjalanan Naufal dalam memilih pendidikan akhir penuh lika-liku. Semua tidak dimulai sejak dia berada di kelas akhir usia SMA, namun sudah dimulai sejak memasuki jenjang SMA.
Di awal-awal, karena saat itu memang masih masa pandemi, kami belum intens mendaftarkan Naufal di PKBM. Meskipun kami sudah ada target, PKBM mana yang akan dipilih, yaitu Rumah Belajar Berkemas.
Kenapa kami memilih Rumbel Berkemas yang lokasinya relatif jauh dari rumah? Karena ketika ada di jenjang SMP akhir, Naufal sempat terpikir ingin kuliah di Fakultas Kedokteran.
Sebagaimana yang kita tahu, sampai saat ini Fakultas Kedokteran atau Kedokteran Gigi di Perguruan Tinggi Negeri, belum menerima ijazah Paket C.
Karena kami masih berstatus homeschooler, maka satu-satunya solusi agar kelas Naufal bisa daftar ke FK, adalah melalui PKBM formal, atau istilah lainnya adalah sekolah payung. Tentang PKBM ini pernah saya tuliskan di postingan "Lulus SMA Lewat Jalur Formal".
Namun di tengah perjalanan, setelah melalui diskusi panjang, bahkan dalam rentang waktu kurang lebih 1 tahun, Naufal memutuskan pindah haluan, yaitu kembali ke jalur yang memang sesuai passionnya, yaitu SENI.
Menemukan Jeducation dan Kyoto University of Art and Design
Kira-kira di bulan Maret 2023, iseng-iseng kami mengikuti Japan Edu Fair yang diadakan di Mall Kota Kasablanka, yang diselenggarakan oleh Jeducation. Jeducation mengadakan pameran pendidikan Jepang rutin dan Naufal saat itu langsung tertarik untuk datang. Nggak hanya satu hari, dia datang kembali keesokan harinya untuk memperoleh informasi lebih detil. Dan dari pameran serta seminarnya, Naufal menemukan informasi yang membuat semua project dan targetnya berubah.
Dia ingin sekolah ke Jepang. Naufal menemukan satu jurusan yang sangat sesuai dengan bidang yang dia minati dan sedang tekuni, yaitu Character Design. Sebuah jurusan yang belum ada di Indonesia, apalagi di PTN. Dari seminar ini, kemudian Naufal mencari informasi leboh lanjut mengenai segala persiapan kuliah di Jepang.
Satu hal penting yang harus dia miliki dan sampai saat itu belum pernah dia pelajari adalah BAHASA JEPANG. Karena jurusan yang dia incar adalah program reguler, dimana kuliahnya akan menggunakan bahasa Jepang sebagai bahasa pengantar. Maka syarat wajibnya adalah dia harus lulus level tertentu untuk bisa berangkat.
Tahapan Level Bahasa Jepang yang harus dilewati:
>>> Untuk bisa berangkat ke Jepang: Harus lulus level N5, dan sudah mulai belajar menuju N4.
>>> DI Jepang, dia harus masuk lembaga pendidikan bahasa lagi sampai ke level N2 untuk bisa masuk universitas.
Jadilah Naufal mendaftarkan diri untuk les bahasa Jepang di Jellyfish. Targetnya adalah bisa berangkat ke Jepang di bulan Oktober. Artinya, dia harus sudah lulus N5 sebelum itu. Namun kemudian ada informasi lain, bahwa ternyata level N5 saja tidak cukup. Melainkan ada tes wawancara juga dalam bahasa Jepang dan profesor-profesor Jepang yang akan menilai apakah calon siswa ini diterima atau tidak.
Sejak bulan Maret itu, Naufal belajar bahasa Jepang sebanyak 5 jam sehari, karena dia mengejar target bisa lulus N5 di ujian JPLT Juni. Sebuah level bahasa yang biasa ditempuh minimal 6 bulan, Naufal kejar dalam waktu 3 bulan. And he did it.
Meski hasil ujiannya pas-pasan, tapi Naufal lulus. Dalam tes wawancara juga dianggap lumayan, namun dengan catatan, sebelum berangkat nanti dia akan diwawancara lagi (yaitu bulan Oktober) harus bisa mengejar N4 juga.
Di sinilah drama demi drama terjadi. Dimana dalam proses belajarnya saja, saya melihat kesungguhan dia untuk bisa lulus, meski saya tahu belajar bahasa Jepang ngga mudah. Karena Jepang merupakan salah satu bahasa tersulit untuk dipelajari, dan yang paling berat adalah belajar huruf Kanji.
Saat itu, saya lumayan tegang memberikan ultimatum untuk dia, bahwa pada ujian di bulan Oktober itu dia harus lulus. Otherwise, ngga usah ke Jepang sama sekali. Dan Naufal stress, karena membayangkan harus mengejar N4 di tiga bulan berikutnya, tampaknya mustahil.
Setelah diskusi demi diskusi, akhirnya kami memutuskan untuk slowing down. Kami undur keberangkatan, tidak jadi di bulan Oktober, tapi di bulan April tahun 2024, agar Naufal bisa lebih leluasa belajar tanpa tekanan. Alhamdulillah, dia berhasil melewati semuanya.
Di bulan Maret, Naufal menerima Letter of Acceptance dari imigrasi Jepang, dan mendapat visa pelajar. Alhamdulillah atas semua rezeki dari Allah. Dan Naufal bisa berangkat ke Jepang dengan mengantongi sertifikat N4 untuk melanjutkan studi bahasa di Kyoto Institute of Culture and Language, untuk bisa sampai level N2.
Baru setelahnya dia harus berjuang lagi melewati ujian penerimaan universitas di Jepang. Ganbatte Naufal!
No comments
Show me that you visited this blog. Thanks!