Museum Benteng Heritage, Peninggalan Budaya Tionghoa Tangerang


Selama ini saya nggak pernah nyangka kalau Tangerang punya sebuah museum yang bernama Benteng Heritage, yang sekaligus pusat kebudayaan Tionghoa di Kota Tangerang. Karena nggak ada tanda atau penunjuk jalan di depannya. Bahkan nggak ada jalan yang memadai untuk masuk ke sana. Padahal, di antara pasar tradisional yang becek dan kumuh, di dalam gang yang di depannya dipenuhi becak dan pedagang buah, ada sebuah museum bersejarah yang unik dan berharga.

Tempat ini adalah BENTENG HERITAGE MUSEUM, yang konon merupakan satu-satunya museum sejarah Tionghoa di Indonesia.

Celoteh Keni



Gambar adalah bahasa universal, gambar adalah media anak berkomunikasi dengan sekitarnya. Orang tua terkadang lupa, memandang anak dengan kacamatanya. Untuk itu buku ini hadir. Yuk selami dunia anak, lewat bahasa dan cara pandang anak, bukan cara pandang kita… orang tua (DK. Wardhani).

Celoteh anak, selalu seru untuk diingat dan dikenang kembali. Karena semuanya tidak akan terulang. Sayangnya, saya bukan termasuk orang yang rajin menyimpan rekaman celoteh anak. Tapi saya punya beberapa teman yang rajin mendokumentasikan celoteh buah hatinya. Salah satunya mbak DK Wardhani, seorang penulis buku anak yang tidak hanya menulis untuk anak-anak, namun juga menyimpan celoteh anaknya, Keni menjadi sebuah buku.

Bromo dan Masyarakat Tengger

 


Agenda travelschooling sebagai backpacker ke Jawa Timur kami, salah satunya dengan mengunjungi Gunung Bromo. Pengalaman travelschooling kali ini sungguh berkesan dan memberi banyak pelajaran. Simak ya. 

Saat kita berwisata ke Gunung Bromo, tentu kita akan disuguhi oleh keindahan pemandangan alamnya. Mulai dari Penanjakan Bromo, Kawah, Pura, Pasir Berbisik dan Padang Savana Teletubbies, dsb. Kita akan berbangga hati ketika mendapatkan foto cantik dengan latar belakang pemandangan yang menakjubkan. Dan bangga bahwa Indonesia memiliki banyak sekali obyek wisata yang dikunjungi oleh turis domestik dan mancanegara.

Backpackeran ke Bromo


Pertama kali muncul niat untuk traveling ke Bromo, kami belum membayangkan bahwa ini akan menjadi sebuah perjalanan travelschooling, apalagi sebagai backpacker. Melainkan seperti traveling yang biasa kami lakukan sebelumnya. Yaitu berangkat menggunakan mobil pribadi, langsung cari penginapan dan menikmati pemandangan alam indah ciptaan Allah. Lalu leyeh-leyeh dan wisata kuliner. Liburan impian nan menyenangkan.

Namun, menjelang waktu keberangkatan, kami mengubah haluan. Destinasi tetap sama, hanya konsep perjalanan kami ubah. Dan akhirnya ini menjadi perjalanan ala backpacker kami yang pertama kalinya.

Harry Potter and The Cursed Child


Harry Potter and The Cursed Child diawali dengan perjalanan Harry Potter dan Ginny Weasley, mengantar anak-anak mereka ke King’s Cross untuk masuk ke Peron 9 ¾ tempat dimana Hogwarts Express berada. Harry membimbing Albus Severus Potter, putera keduanya yang baru pertama kali memasuki Hogwarts. Sementara James, kakaknya sudah lebih dulu dan Lily adiknya belum cukup usia untuk sekolah.

Scene ini pernah kita lihat dalam buku ataupun film Harry Potter terakhir, Harry Potter and The Deathly Hallows sebagai epilog cerita. Dan dari sinilah kisah Harry Potter and The Cursed Child bermula.

Perlengkapan Wajib Saat Travelschooling

Salah satu metode belajar dalam homeschooling keluarga kami adalah travelschooling. Ya, saat ini kami banyak melakukan perjalanan dan di dalamnya anak-anak mengalami proses belajar. Baik secara langsung, maupun tidak langsung.

Seperti yang pernah saya ceritakan dalam tulisan “Travelschooling, Cara Belajar Sambil Traveling", bahwa dalam setiap perjalanan sejatinya memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar. Seperti saat menemani saya berkunjung ke rumah teman, mereka saya siapkan sedemikian rupa sebelumnya. Salah satunya adalah persiapan adab. Saat berkunjung, mereka seperti sedang menjalani tes untuk kemudian dievaluasi. Secara tidak langsung, anak-anak belajar praktik adab bertamu di sini.

Napak Tilas Tiga Manula Jakarta - Cirebon

Trio kakek sok ganteng Sanip, Waluyo dan Liem (Tiga Manula) berhasil membuat perjalanan yang awalnya bikin deg-degan ini menjadi super fun. Karena awalnya ini adalah perjalanan biasa ketika kami akan ke Salatiga untuk mengikuti event Kamtasia. Namun akhirnya, tanpa sengaja, perjalanannya menjadi sebuah napak tilas Jalan-jalan Pantura ala Tiga Manula. Dan ini menjadi salah satu momen menghabiskan waktu bersama keluarga yang asyiiik banget.

Memulai Decluttering Barang di Rumah

 


 “Menjalani hidup minimal bukanlah tentang hidup kekurangan, tapi tentang bagaimana memiliki kebendaan sesuai kebutuhannya.”


Di Indonesia, bicara hidup minimal rasanya terasa lebih mudah, karena sebagian besar kita mendapat pendidikan dari orangtua untuk hidup hemat. Apalagi ditambah keuangan kita yang memang pas-pasan ya, hihihi.

Tapi kalau kita melihat lifestyle sebagian besar orang-orang negara maju, menjalani minimalist lifestyle ini tampaknya beraaat bener.

Hidup Minimalis

Setiap keluarga, baik secara bersama-sama maupun individual akan bertumbuh. Biasanya – ini mengukur dari pendapat pribadi – kita ingin berkembang menjadi lebih baik. Lebih makmur (baca: meningkat secara ekonomi), dimana di awal nikah oke lah kemana-mana naik motor butut. Tapi begitu punya anak dua harus udah bisa punya mobil, meskipun second.

Membiasakan Anak Mendirikan Shalat Lima Waktu


Saya merasakan sebuah tantangan tersendiri dalam mengajarkan anak shalat ketika sudah menjadi homeschooler, dimana program pendidikan anak dipegang sepenuhnya oleh keluarga. Karena sebelumnya, Naufal pernah menjalani pendidikan formal di kelas 1 dan dia mendapatkan ilmu tentang shalat lebih banyak di sekolah. Di rumah, kami tinggal mensinergikan pendidikan ini dan menerapkannya dalam keseharian selama mereka berada di rumah. Sisanya, sekolah yang memegang.

Kemudian, ketika menjadi keluarga Hser, semua urusan termasuk shalat adalah tanggung jawab orangtua. Mulai dari konsistensi mendirikan shalat pada waktunya, mengajarkan adab yang benar, bacaan-bacaan sholatnya, hafalan surat Al Qur’an dan yang paling penting adalah membuat anak-anak paham kenapa muslim harus mendirikan shalat.

Buku "Pojok Bermain Anak", Segudang Referensi Ide Bermain


Saya beberapa kali menerima pertanyaan seperti ini, “Apa kegiatan yang bisa dilakukan untuk anak usia batita atau balita?”

Seringkali saya menjawab dengan dua kata, “Bermain.” Karena sejauh yang saya ingat, ketika anak-anak saya berusia di bawah 6 tahun yang kami lakukan di rumah adalah bermain bersama.

Sebelumnya, kita bedakan dulu makna menemani anak bermain dengan bermain bersama, ya.

Seberapa Penting Ijazah bagi Anak Homeschooling

 


Kalau teman-teman adalah orangtua homeschooler, berapa sering menerima pertanyaan, “Bagaimana mendapatkan ijazah bagi anak yang homeschooling?” 

Bagi orangtua non homeschooler, pertanyaan apa yang akan terlintas di kepala saat memikirkan tentang homeschooling? “Bagaimana mendapatkan ijazahnya” kah? Kalau iya, artinya teman-teman masih normal :D.

Siapa Guru Homeschooling di Rumah?

Selama satu setengah tahun keluarga kami menjalani homeschool (HS), selalu ada satu pertanyaan dari rekan-rekan saat saya berdiskusi dengan mereka, ”Jadi, siapa yang menjadi guru homeschooling anak-anak? Apakah ada guru datang ke rumah?”

Ketika saya bilang bahwa tidak ada guru lain yang datang, kecuali saya dan istri sebagai “guru”, banyak dari mereka berdecak kagum. 

Sosialisasi Anak Homeschooling

 


Sosialisasi anak homeschooling merupakan salah satu isu penting kedua setelah urusan ijazah atau legalitas. Ini yang sering ditanyakan oleh para orangtua sebelum memulai menjadi praktisi homeschool atau ketika bertemu dengan praktisi.

“Bagaimana dengan sosialisasinya?” Kira-kira seperti itu pertanyaannya.

Banyak orangtua yang khawatir bahwa anak HS nantinya tidak punya banyak teman, tidak cakap bersosialisasi atau menjadi kurang pergaulan dengan dunia luar. Padahal, anak-anak homeschooling ini dalam aktivitasnya tidak melulu berada di rumah. Melainkan beragam sekali aktivitasnya dan dari sana mereka malah mendapatkan pertemanan yang lebih luas. 

Mengatasi Kecanduan Game Tanpa Banyak Bicara


Ngobrolin tentang mengatasi kecanduan game sepertinya lebih cocok dibahas oleh para pakar parenting, ya. Sudah banyak juga sharing seputar hal ini. Namun saya ingin share sedikit berdasarkan pengalaman di keluarga.

Benar, anak-anak yang lahir di dekade milenia ini adalah digital natives, atau penduduk asli yang menempati dunia digital. Anak-anak kita lahir ketika dunia digital sedang memasuki masa keemasannya. Pengguna gawai elektronik hampir berbanding lurus dengan jumlah sensus penduduk. Hampir loh yaa (takut dikata lebay).

The Doctor (by Rahadi W. Pandoyo)


Pada akhirnya selalu ada yang datang dan yang pergi (Rahadi W. Pandoyo, 2015)

Akan selalu ada konsekuensi dari apapun jalan yang kita pilih. Mulai dari keberuntungan ataupun kesialan. Namun sebagai orang yang beragama tentu tidak tepat menyatakan hal yang baik sebagai keberuntungan dan hal yang buruk sebagai kesialan. Karena sejatinya semua adalah ujian.

Adib merasa hari-harinya penuh kesialan. Dia seakan “terjebak” dalam sebuah kondisi “berada di tempat yang salah dalam waktu yang salah” sehingga ketiban sial. Mulai dari kisah cintanya saat mahasiswa dulu, pekerjaannya di bangsal UGD Rumah Sakit Kiara Medika, Bekasi.

Anak Harus Bahagia

 


Pernah saya iseng-iseng bertanya pada seorang guru di sekolah anak saya, di Emerald Australia. Kenapa kurikulum di Australia lebih ringan dibanding kurikulum di Indonesia? Kebetulan guru ini pernah tinggal di Indonesia selama beberapa waktu dan tahu bagaimana sedikit tentang kondisi pendidikan Indonesia.

Guru ini menjawab, bahwa pendidikan anak-anak usia primary (maksudnya SD) memang diusahakan tidak membebani mereka dan tidak merampas masa bermain mereka. Karena kelak saat mereka dewasa, mereka akan dihadapkan pada pekerjaan yang berat dan serius. Dan saat itulah mereka tidak lagi bisa bermain-main.

Menumbuhkan Minat Anak Lewat Pembiasaan

 


Homeschooling merupakan satu jawaban tepat bagi keluarga kami yang ingin menumbuhkan minat anak dan mengembangkan potensi anak-anak lewat minat dan bakat mereka. Terlebih karena anak-anak kami memang tipe orang yang hanya mau bergerak sesuai apa yang mereka minati.

Selebihnya, agak susah. Kalau saya meminta mereka melakukan sesuatu yang tidak diminati mereka akan bergerak setengah hati dan akhirnya tidak optimal.

Menemukan Bakat Terpendam Anak


Menemukan bakat terpedam anak kadang kala seperti menemukan sebuah harta karun berharga, lho. Ini saya alami pada diri saya sendiri.

Sejak kecil, sebagaimana orang tua era 80-90an pada umumnya, menilai keberhasilan anak-anaknya dari nilai akademisnya. Begitu juga orang tua saya yang selalu menekankan prestasi sekolah sebagai tolak ukur keberhasilan.

Sayap-sayap Mawaddah



Sejatinya, cinta hanyalah perkara

Saling membuka diri

Saling memberi ruang

Untuk sejuta catatan tentangmu

Yang tersimpan di hatiku